Mei adalah bulan pendidikan, dan juga bulan kebangkitan. Beragam acara dan upacara dilaksanakan di mana-mana, bahkan peringatan yang dihelat di gedung-gedung mewah. Sekedar mengungkapkan rasa syukur atau menunjukkan eksistensi jati diri? Cukupkah hal itu untuk memperingati momen yang menjadi tonggak sejarah kemajuan bangsa ini?
Tonggak Kemajuan
Adalah sebuah keniscayaan apabila kredibilitas suatu bangsa akan diukur dari kemajuan pendidikan warga negaranya. Semakin tinggi tingkat pendidikan di suatu bangsa, semakin terhormat dan beradablah bangsa itu di hadapan bangsa-bangsa lainnya. Begitu sebaliknya.
Hal itu terjadi karena pendidikan akan berpengaruh dan menjadi ukuran kemajuan faktor-faktor lainnya. Perekonomian yang bagus pastilah didukung oleh pelaku-pelaku ekonomi yang terdidik. Penegakkan hukum yang kredibel jugalah akan didukung oleh aparat yang berpendidikan pula, begitu juga pada bidang yang lain.
Dengan kondisi seperti itu, siapapun, termasuk pihak mana pun, yang tidak menjadikan pendidikan sebagai platform dan lifeline akanlah secara alamiah tergerus oleh zaman dan peradaban. Mereka, yang merasa memiliki bangsa ini dan di dadanya masih bersarang Indonesia, makan dari tanah dan air Indonesia, berpijak di bumi dan beratap langit Indonesia, peluh dan keringatnya masih berbau Indonesia, haruslah mendukung kemajuan pendidikan tersebut.
Pemerintah pusat saat ini seolah menemukan momentum dan baru sadar dari tidur panjangnya bahwa pendidikan adalah dasar dari semuanya. Dengan menetapkan anggaran pendidikan minimal 20%, pastilah pemerintah akan mampu berbuat banyak untuk merekontruksi pola dan menejemen pendidikan. Regulasi dan reposisi program menjadi hal yang wajib untuk dilakukan mengingat selama ini masih kacaunya sistem yang berjalan.
Hal itu tentunya harus didukung melalui ejawantah program di tingkat bawah. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus bergerak secara sama, linier, dan kontinyu. Jangan sampai pemerintah pusat berjalan sendiri, terengah-engah, dan akhirnya terjatuh yang berujung pada gagalnya program yang telah dirancang. Urusan politik, golongan, kelompok haruslah dibuang jauh-jauh jika tidak ingin kembali ke kegagalam masa lalu.
Di samping itu, para legislator yang terhormat utamanya komisi-komisi yang terkait, pengusaha, dewan pendidikan, kepolisian, serta siapapun juga tidak bisa berpangku tangan dan diam menyaksikan semuanya. Mereka juga sebenarnya objek dan subjek kemajuan pendidikan. Pendidikan yang baik akan mencetak legislator, pengusaha, polisi yang baik pula. Mereka harus juga menyingsingkan lengan, cancut tali wanda, untuk membantu mewujudkan kemajuan pendidikan di negeri ini sesuai dengan peluang dan kemampuan mereka.
Pendidikan seperti apa?
Pendidikan masa depan, seperti apa? Ini yang harus dirumuskan dan menjadi dasar tujuan. Merangkum berbagai pendapat pakar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, dan mencermati hal yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, penulis setidak-tidaknya dapat menyimpulkan menjadi lima hal. Hal-hal tersebut akan diuraikan dengan bahasa yang sederhana agar lebih familier dan mudah dipahami.
Pertama, Pendidikan yang menyentuh keyakinan dalam keberagamaan. Dalam konteks Indonesia, paham Atheisme mutlak ditolak dan menjadi musuh utama. Tetapi karena sebuah paham menyangkut masalah hati dan keyakinan, sampai kapan pun harus tetap dibutuhkan kewaspadaan. Pendidikan masa depan haruslah menyentuh dasar-dasar keyakinan dalam keberagamaan karena hal inilah yang menjadi dasar implementasi hasil dan tujuan seseorang mencari pendidikan. Menjadi salah apabila orang yang berpendidikan justru menjadi sponsor berbagai kemaksiatan. Apakah carut-marutnya korupsi di negeri ini juga akibat efek ketidakberhasilan pendidikan dalam menyentuh keyakinan tersebut? Wallahu’alam. Ke depan, meminimalisasi efek negatif akibat kesadaran beragama menjadi bagian mutlak dalam dunia pendidikan.
Kedua, Pendidikan yang memperbaiki akhlak dan budi pekerti. Banyak yang berujar, anak sekarang tidak punya tata karma, jauh dari sopan santun, dan bertindak semau gue. Tidak terdidikkah mereka? Jelas terdidik! Tidak dididikkah mereka? Ini yang perlu kita cari jawabannya. Mendidik membutuhkan keteladanan. Uswah inilah yang sekarang jauh panggang dari api. Keteladanan adalah unsur dasar pendidikan. Apakah kita salah menjadi pendidik? Bisa jadi! Mungkin kita adalah generasi yang tanggung sehingga mayoritas hanya mampu mengisi otak tanpa mampu mengisi hati. Belajar menjadi pendidik yang professional menjadi sebuah keharusan karena kita memang diamanatkan undang-undang menjadi tenaga professional. Professional yang utuh tidaklah sekadar mumpuni dalam ilmu, melengkapi diri dengan administrasi, bertabur diri dengan teknologi canggih, tetapi miskin hati dan jauh dari posisi guru sejati. Dan pendidikan masa depan hendaklah mengakomodasi semua tuntutan itu.
Ketiga, Pendidikan yang harus menempatkan siswa sebagai subjek dan tidak sekedar sebagai objek. Semboyan bahwa kurikulum boleh berubah, tetapi sistem pengajaran tetap seperti biasa, seolah menjadi sikap konsisten para pendidik, konsisten untuk tidak berubah dan menafikan perubahan. “Biarlah anjing menggonggong”, biarlah pengambil kebijakan memodifikasi sistem atas nama apapun, ganti menteri ganti kebijakan, yang penting “kafilah tetap berlalu”, yang sudah biasa dilaksanakan kenapa harus diubah? Inilah sistem yang ke depan harus diperbarui. Siswa adalah pelaku pendidikan utama, merekalah pemilik ilmu di masa depan, dan mereka harus dibiasakan dengan berbagai kebiasaan: kebiasaan bersikap sendiri! Biarlah mereka melakukan dan jangan biasa diperlakukan. Biarlah mereka kreatif, jangan dibentuk pasif. Ajari mereka menemukan, jangan biasakan ditunjukkan! Kalau kita sayang mereka, perlakukan sesuai kebutuhan mereka di masa mendatang. Pendidikan tidak berputar untuk masa kini, tetapi mengalir untuk masa depan.
Keempat, Pendidikan yang mempermudah pencapaian tujuan peserta. Tidak ada masa depan tanpa tujuan. Ujung dari tujuan itu tidak lain adalah kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Pendidikan ke depan haruslah mampu mempermudah akses untuk mencapai tujuan, tidak sekedar tong kosong berbunyi nyaring. Hanya ramai di perencanaan dan proses tetapi sepi di hasil. Ketegasan regulasi juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Tidak jarang dunia kerja menengah yang hak siswa SMK “diserobor” siswa SMA karena pengusahanya ingin membayar murah. Banyak sarjana yang mau turun kelas menjadi tenaga produksi karena sempitnya kesempatan mereka di level menejer sehingga merampas hak-hak adik-adiknya. Jika hal ini masih dan terus-menerus berlangsung, tidak akan pernah tuntas permasalahan di negeri ini. Semua level pendidikan harus dijamin hak-haknya untuk meneruskan jenjang, baik sebagai tenaga kerja maupun kuliahnya.
Dan kelima, Pendidikan yang mejadi agen perubahan positif bagi peradaban. Satu bidang yang memang digadang-gadang mampu menjaga roh ke perubahan positif adalah pendidikan. Norma dan nilai-nilai kehidupan secara lengkap bisa diajarkan di sini. Berbagai teori dari yang sederhana sampai yang rumit, ditemukan di sini. Tetapi, hanya akan menjadi prasasti saja jika semua itu tidak diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Hanya akan menjadi hiasan di tengah luluh-lantaknya pondasi peradaban. Inilah pentingnya implementasi nyata dari sistem dan teori pendidikan di masyarakat. Sejatinya, perubahan yang hakiki adalah sikap positif terhadap permasalahan. Dan diharapkan pendidikan masa depan mampu menjadi agen dan jembatan bagi pencapaian tujuan tersebut.
Satu Tekat
Sungguh sia-sia jika sikap positif pemerintah tidak disambut dengan tangan terbuka oleh semua komponen bangsa. Lebih sia-sia lagi apabila sambutan tersebut hanya dijadikan komoditas kepentingan sesaat dan kekinian. Masa depan jauh lebih berharga untuk diselamatkan melalui pendidikan daripada berpikir tentang apa dan berapa yang kita dapat untuk saat ini.
Jika sumua punya satu tekat, untuk kemajuan bangsa adalah pendidikan pilihannya, maka mari kita pegang teguh janji ini. Sebagai pelaku pendidikan, yang seharusnya berdiri di garis terdepan, harus mampu dan berani menjadi agen perubahan. Perubahan untuk menjadi professional dan berkeberadaban.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Selamat Hari Kebangkitan Nasional. Sinergimu akan menjadi kejayaan bangsaku! (dari Surabaya untuk Bangsa, Ghoz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar